EFEKTIFITAS SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM THERAPY (SEFT) DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DIATAS 65 TAHUN YANG MENGALAMI HIPERTENSI
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas spiritual emotional freedom therapy (SEFT) dalam menurunkan tekanan darah pada lansia diatas 65 tahun yang mengalami hipertensi. Hipertensi merupakan keadaan meningkatnya tekanan darah secara kronis, hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Apabila kondisi ini tidak diatasi dengan baik, maka akan berdampak terhadap fungsi organ lain, terutama jantung, ginjal dan saraf. Hipertensi dapat terjadi pada setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin ataupun usia, tetapi insidensinya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen, dengan besar sampel 30 orang, teknik sampling menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagain besar responden adalah perempuan dengan rata-rata usia 71,47 tahun minimum 66 tahun maksimum 78 tahun. Hasil analisa bivariat SEFT efektif menurunkan tekanan darah pada lansia diatas 65 tahun yang mengalami hipertensi dengan nilai p=0,000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan komplementer dan diterapkan oleh praktisi keperawatan dalam penanganan kasus hipertensi khususnya pada lansia diatas 65 tahun.
Kata kunci: SEFT, hipertensi, lansia.
Full Text:
PDF (Indonesian)References
Husniati1, Saudah2, 2016. Hubungan perubahan berat badan dan pola menstruasi ibudengan lamanya pemakaian metode kontrsepsi suntik depo
medroksi progesteron acetat (dmpa) di puskesmasDarul Imarah kabupaten Aceh Besar. Jurnal skripsi, Akademi Kebidanan Saleha Banda Aceh
Oktaviani Dian Paramita, 2016. Hubungan Ingkat Prnrtahuan Ibu Tentang Kontrasepsi Dengan Metode Pemilihan Kontrasepsi Hormonal Dan Non Hormonal Desa Ngalian Kabupaten Wonosobo. jurnal skripsi. Universitas Surakarta
Sumini,Yam’ah Tsalatsa, 2015. Tren Pemakaian Alat Kontrasepsi Di Indonesia. jurnal sekripsi. Universitas Gadjah Mada. 35:49.
Indrawati Lely, 2010. Determinan Kejadian Berhenti Pakai (Drop Out) Kontrasepsi Di Indonesia (Analisa Sekunder Data Riskesdas 2010) (Discontinuation Of Contraceptives In Indonesia,Secondary Analysis Data Of Basic Health Resesarch 2010). jurnal. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan.
Wati Dewi Martina, 2015. Preferensi Remaja Dalam Mengikuti Keluarga Berencana Di Masa Depan (Studi Pada Remaja Di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember) Preferences Of Adolescent In Family Planning In The Future. jurnal skripsi. Universitas Jember.
Husniati saudah, 2016. Hubungan Perubahan Berat Badan Dan Pola Menstruasi IbuDengan Lamanya Pemakaian Metode Kontrsepsi Suntik DepoMedroksi Progesteron Acetat (Dmpa) Di PuskesmasDarul Imarah Kabupaten Aceh Besar. jurnal skripsi. Akademi Kebidanan Saleha Banda Aceh.
BKKBN, 2017. Pencapaian Aspektor Baru bulan April Kabpaten Ciebon.
M.S Farhan Nurul, 2016.Gambaran Tingkat Pengetahuan Penggunaan Alat Kontrasepsi PadaWanita Usia Subur Dan Dukungan Petugas Di Desa BebandemKabupaten Karangasem. jurnal skripsi Universitas Udayana.
Elisanti Adiatama Elidasari, 2016. Faktor–Faktor Pemilihan Penggunaan Jenis Alat Kontrasepsi Keluarga Miskin Di Kelurahan KelayanTimur Kecamatan Banjarmasin Selatan. JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Universitas Lambung Mangkurat.
Ahmad Sulfanawati, 2010. Hubungan Pengetahuan Ibu Usia Remaja Dan Dewasa MudaTentang KB Dengan Penggunaan Alat KontrasepsiSetelah Melahirkan Di Puskesmas MabapuraKabupaten Halmahera Timur. Jurnal skripsi. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Muchlas Zainul, 2012. MOTIVASI. Pengantar Manajemen.
Kusmiran E. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika; 2011.
Notoatmadjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 20012.
LH Bearinger, RE Sieving, J Ferguson, S V, Global perspectives on the sexual and reproductive health of adolescents: patterns, prevention and potential. Lancet. 369, 1220–31 (2007). doi:10.1016/S0140-6736(07)60367-5
M Greene, T Merrick, Poverty Reduction: Does Reproductive Health Matter? World Bank Human Development Network, ed. Health, Nutrition and Population Discussion Papers. (The World Bank. Washington DC, 2005)
UNFPA, Briefing notes for Pacific Parliamentarians on population, development and reproductive health issues. (UNFPA Office for the Pacific. Suva, 2007) 15. World Bank, Development and the Next Generation, World Development Report. (International Bank for Reconstruction and Development. Washington, DC, 2007)
AK Blanc, AO Tsui, TN Croft, JL Trevitt, Patterns and trends in adolescents’ contraceptive use and discontinuation in developing countries and comparisons with adult women. International Perspectives on Sexual and Reproductive Health. 35(2):63–71 (2009). doi:10.1363/3506309
Khan Shane, Vinod Mishra, Youth Reproductive and Sexual Health. DHS Comparative Reports No. 19. (Calverton, Maryland, USA: Macro International Inc, 2008) 18. M Chan, M Kazatchkine, J Lob-Levyt, T Obaid, J Schweizer, M Sidibe., et al, Meeting the demand for results and accountability: a call for action on health data from eight global health agencies. PLoS Medicine/Public Library of Science.7(1):e1000223
GC Patton, RM Viner, C Linh le, S Ameratunga, AO Fatusi, BJ Ferguson, V Patel, Mapping a global agenda for adolescent health. J Adolesc Health. 47(5):427–32 (2010). doi:10.1016/j.jadohealth.2010.08.019
The World Bank, Country and lending groups.http://data.worldbank.org/ about/country-classifications/country-and-lending-groups
UNICEF, East Asia and the Pacific.http://www.unicef.org./infobycountry/ eastasia.html 22. Demographic and Health Surveys, Measure DHS.http://www.measuredhs. com
EFEKTIFITAS SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM THERAPY (SEFT) DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DIATAS 65 TAHUN YANG MENGALAMI HIPERTENSI
LILIS LISMAYANTI1 NINA PAMELA SARI1
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas spiritual emotional freedom therapy (SEFT) dalam menurunkan tekanan darah pada lansia diatas 65 tahun yang mengalami hipertensi. Hipertensi merupakan keadaan meningkatnya tekanan darah secara kronis, hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Apabila kondisi ini tidak diatasi dengan baik, maka akan berdampak terhadap fungsi organ lain, terutama jantung, ginjal dan saraf. Hipertensi dapat terjadi pada setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin ataupun usia, tetapi insidensinya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen, dengan besar sampel 30 orang, teknik sampling menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagain besar responden adalah perempuan dengan rata-rata usia 71,47 tahun minimum 66 tahun maksimum 78 tahun. Hasil analisa bivariat SEFT efektif menurunkan tekanan darah pada lansia diatas 65 tahun yang mengalami hipertensi dengan nilai p=0,000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan komplementer dan diterapkan oleh praktisi keperawatan dalam penanganan kasus hipertensi khususnya pada lansia diatas 65 tahun.
Kata kunci: SEFT, hipertensi, lansia.
LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan keadaan meningkatnya tekanan darah secara kronis, hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Apabila kondisi ini tidak diatasi dengan baik, maka akan berdampak terhadap fungsi organ lain, terutama jantung, ginjal dan saraf. Hipertensi dapat terjadi pada setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin ataupun usia, tetapi insidensinya meningkat pada usia diatas 40 tahun.
Meningkatnya usia semakin memiliki resiko untuk terjadi hipertensi, artinya semakin meningkat angka harapan hidup, maka semakin memiliki peluang untuk meningkatkan angka kejadian hipertensi pada lansia. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi dua, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer ialah hipertensi yang diketahui penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder tidak diketahui penyebabnya. Penderita hipertensi primer mencapai 90%, mulai dari yang tidak menampakkan gejala hingga yang mengalami komplikasi, sehingga penderita hipertensi ini memerlukan penanganan sejak dini.
Penanganan hipertensi sebagian besar secara farmakologis. Cara ini memang cukup efektif dan praktis, tetapi penggunaannya dibutuhkan pengawasan dari tenaga kesehatan, sehingga membutuhkan ketelatenan penderita untuk melakukan pemeriksaan secara rutin oleh tenaga kesehatan. Cara farmakologis ini hanya dapat mengatasi masalah secara fisik, padahal sebagian dari penderita hipertensi masalah psikologis terkadang menjadi pencetusnya, sehingga dibutuhkan tindakan dengan pendekatan emosi ataupun spiritual. Saat ini banyak terapi komplementer yang telah dikembangkan, salah satu diantaranya adalah Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), yang dapat mengatasi berbagai masalah baik fisik maupun psikologis tanpa adanya efek samping, murah dan mudah untuk dilakukan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 penderita hipertensi di Indonesia menunjukkan 31,7%, kasus tertinggi Kalimantan Selatan, berikutnya Papua Barat, Jawa Timur, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, NTT, NTTengah, dan NTB. Sedangkan hasil Riskesdas tahun 2013 didapatkan 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), Kalimantan Selatan (30,6%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Dari data tersebut, 9,4% diagnosis oleh tenaga kesehatan, 9,5% hasil wawancara dan sedang makan obat, 0,7% makan obat walaupun tekanan darah normal, artinya ada 6,9% penderita hipertensi yang tidak makan obat (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan data tersebut, penderita hipertensi telah terjadi penurunan, tetapi khususnya Jawa Barat yang asalnya tidak termasuk provinsi yang memiliki persentasi lebih tinggi dari nasional, hasil Riskesdas 2013 termasuk ke dalam empat besar yang lebih tinggi dari angka Nasional.Hal yang sama juga terjadi di Kota Tasikmalaya, yang mana angka tertinggi kejadian hipertensi berada di wilayah kerja Puskesmas Tamansari yang memilki wilayah kerja paling luas dan jumlah penduduk paling banyak, dengan sasaran delapan kelurahan.
Penderita hipertensi pada usia lanjut cenderung tidak melakukan pengobatan dengan alasan tinggal sendiri dan tidak memiliki sanak saudara, sehingga tidak ada yang mengantar untuk ke tempat pelayanan apalagi didukung dengan jarak yang jauh dari tempat tinggalnya. Selain dari itu, walaupun mereka memiliki jaminan kesehatan, jika mereka tidak memiliki pekerjaan maka merekapun tidak bisa melakukan pengobatan karena tidak memilki ongkos untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan. Perasaan bosan makan obat pun bisa menjadi alasan kenapa penderita usia lanjut tidak melakukan pengobatan, sehingga pada akhirnya mereka mencari pengobatan alternatif yang dipandang lebih murah dan mudah untuk dijangkau, bahkan mungkin akhirnya tidak melakukan pengobatan sama sekali.
Penderita hipertensi sering merasa takut dan cemas menghadapi penyakit yang dideritanya, takut akan ancaman komplikasi, takut tekanan darahnya serin tinggi, bahkan takut tidak sembuh lagi. Penderita hipertensi juga umumnya memiliki emosi yang labil sehingga mudah marah dalam menghadapi masalah yang menimbulkan tekanan darah menjadi tinggi (Faridah, 2012). Dengan demikian dibutuhkan intervensi keperawatan bukan hanya berfokus pada respon fisik saja tetapi juga aspek emosional dan spiritualnya.
Banyak terapi komplementer yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah hipertensi, diantaranya obat tradisionil, akupunktur, hipnoterapi, meditasi, dan masih banyak yang lainnya. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) tampaknya dapat dijadikan alternatif bagi penderita hipertensi lansia yang tidak melakukan pengobatan. Terapi ini mengedepankan teknik spiritual dan emosional pasien tanpa mengesampingkan aspek fisiknya. Menurut Zainudin (2013), ada lima belas teori yang melatarbelakangi SEFT, yaitu Neuro Linguistic Programming (NLP), Systematic Desentralization, Psycoanalisa, Logitherapy, Eye Movement Desentralization Reprocessing (EMDR), Sedona Methode, Wricksonian Hypnosis, Provocative Theraphy, Suggestion & Affirmation, Creative Visualization, Relaxation & Meditation, Gestald Theraphy, Energy Psycology, Powerful Prayer dan Loving Kindness Therapy.
Banyak penelitian-penelitian tentang terapi-terapi diatas, termasuk penelitian tentang SEFT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi SEFT berpengaruh terhadap tingkat agresivitas (Sakdullah, 2013), Terapi SEFT efektif untuk menurunkan tingkat stress pada lansia penderita hipertensi (Yuswikarini, 2012; Ulfah, 2012), SEFT efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien kanker (Hakam, Yetti, Hariyati, 2009), bahkan penelitian lainnya menunjukkan bahwa SEFT berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi (Faridah, 2012; Masyitah, 2012), penelitian ini yang menjadi responden adalah penderita hipertensi yang dirawat di Rumah Sakit. Ketertarikan peneliti meneliti hal yang sama yaitu pengaruh SEFT terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi usia lanjut di wilayah kerja Puskesmas Tamansari Kota Tasikmalaya, perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan adalah terhadap penderita hipertensi yang tidak melakukan pengobatan.
METODE PENELITIAN
Area kajian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen atau eksperimen semu tanpa kontrol yang bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Spiritual Emotional Freedom Therapy (SEFT) dalam Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia diatas 65 Tahun yang Mengalami Hipertensi. Tempat Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Bantarsari.
Cara kerja
Sampel dalam penelitian ini satu grup sampel dengan besar sample 30 orang. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
Distribusi Usia Responden
Variabel Mean Min Max CI 96% Skewness St. Error
Usia 71,47 66 78 70,1-72,8 .325 -427
Berdasarkan data pada tabel diatas didapat bahwa rata-rata usia responden 71,47 tahun, usia paling muda 66 tahun dan paling tua 78 tahun, dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada 70,1-72,8 tahun. Berdasarkan perhitungan skewness dibagi dengan standar errornya disimpulkan bahwa data berasal dari data yang berdistribusi normal
Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi (%)
Laki-Laki
Perempuan 14
46,7
,3
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar responden adalah perempuan 53,3%. Artinya bahwa lansia yang mengalami hipertensi sebagian besar adalah perempuan.
Tekanan Darah Sebelum SEFT
Tekanan Darah Mean Min Max Selisih skewness St. Error
Sistol 175 160 194 34 .533 .427
Diastol 93 88 99 11 .266 .427
Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata tekanan darah sebelum seft adalag 175/73 mmHg dengan nilai nilai minimum sistol 160 maksimum 194 dan nilai diastol minimum 88 dan maksimum 99. Data berasal dari data yang berdistribusi normal dibuktikan dengan pembagian skewness terhadap standar error <2.
Tekanan Darah Setelah SEFT
Tekanan Darah Mean Min Max Selisih Skewness St. Error
Sistol 171,7 158 190 32 .326 .427
Diastol 92,5 88 99 11 .466 .427
Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata tekanan darah sebelum seft adalag 171,6/92,5 mmHg dengan nilai nilai sistol minimum 158 maksimum 190 dan nilai diastol minimum 88 dan maksimum 99. Data berasal dari data yang berdistribusi normal dibuktikan dengan pembagian skewness terhadap standar error <2.
B. Analisa Bivariat
Variabel Mean SD P value
Sistol Sebelum SEFT
Sistol Sesudah SEFT 175
,7 10,6
,8 0,000
Diastol Sebelum SEFT
Diastol Sesudah SEFT 93,6
,5 3,5
,5 0,000
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa SEFT dapat menurunkan tekanan darah pada lansia diatas 65 tahun sebesar 3,3 mmHg pada pengukuran sistol dan 0,9 mmHg pada pengukuran diastol. Hasil uji T diperoleh p value 0,000 atinya secara statistik ada perbedaab yang signifikan tekanan darah antara sebelum dan sesusah dilakukan SEFT.
Pembahasan
Pengaruh SEFT pada Tekanan Darah Sistolik
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penerapan SEFT memberikan pengaruh pada tekanan darah sistole pasien hipertensi, hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan rata-rata tekanan darah sistole sebelum dan sesudah terapi SEFT, yaitu dari angka 175 mmHg sebelum terapi, menjadi 171,7 mmHg setelah terapi SEFT. Tekanan darah sistole adalah tekanan darah arteri yang dihasilkan selama kontraksi ventrikel (Corwin, 2009). Tekanan darah sistole sering diukur dengan indikasi bunyi pertama yang didengar ketika pengukuran tekanan darah menggunakan spignomanometermanual, hal ini terjadi karena sewaktu ventrikel berkontraksi, tekanan di dalam ventrikel menjadi lebih besar daripada di atrium dan katup AV menutup. Dalam waktu singkat tekanan aorta dan arteri pulmonalis masih tetap lebih tinggi daripada tekanan di dalam ventrikel, sehingga katup aorta dan pulmonalis tetap tertutup. Seiiring dengan peningkatan tekanan di dalam ventrikel, katup aorta dan pulmonalis terbuka dengan cepat dan darah mengalir keluar ventrikel dengan kecepatan dan tekanan yang tinggi. Periode kontraksi ventrikel ini desebut sistole (Corwin, 2009).
Tekanan darah pasien hipertensi akan sangat erat kaitannya dengan tingkat emosional atau faktor stress yang dialami oleh pasien hipertensi (Baradero, Dayrit, dan Yakobus, 2008). Faktor stress akan berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah dalam waktu singkat, baik berpengaruh terhadap naiknya tekanan darah atau turunnya tekanan darah. Hal ini sangat berhubungan dengan sistem hormonal manusia yang dipengaruhi oleh sistem fisiologis dan sistem psikologis manusia (Cowin, 2009, dan Muttaqin, 2010). Ketika manusia dalam keadaan stress maka hormon neropenefrin dan apinefrin akan dikeluarkan oleh medulla adrenal ke dalam darah, sehingga kedua hormon ini meningkatkan repons (figh or fight), dengan kata lain hal ini akan menimbulkan respons kronotropik dan inotropik positif atau akan menyebabkan pembuluh darah menjadi vasokontriksi sehingga tekanan darah menjadi tinggi (corwin, 2009).
SEFT berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah karena SEFT merupakan salah satu tekhnik relaksasi dalam rangka mengurangi stress. Sentuhan SEFT dengan menggunakan ketukan ringan (Tapping) dan dikombinasikan dengan sedikit hypno therapy dan terapi Do’a dengan meningkatkan kepasrahan pasien terhadap keadaan dirinya akan membantu pasien hipertensi merasa nyaman sehingga tingkat stress pasien menjadi menurun dan hormon neropinefrin dan epineprin akan sedikit demi sedikit berkurang dikeluarkan oleh medulla adrenal sehingga tekanan darah berangsur-angsur turun.
Penggunaan terapi SEFT dirasa cukup efektif hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukan tekanan darah sistole pasien hipertensi berangsur turun. Selain itu, penggunaan terapi SEFT akan mempengaruhi tingkat konsentrasi pasien, hal ini berhubungan dengan faktor faktor keberhasilan SEFT yaitu, keyakinan pada Tuhan, Khusyu, Ikhlas, Pasrah, dan syukur (Zainudin, 2013). Ketika terapi SEFT tingkat konsentrasi pasien dalam keadaan prima. Hal ini dibuktikan dengan reaksi tubuh pasien yang dapat dilihat dari mimik muka dan gerakan anggota tubuh pasien. Ketika SEFT diberikan ekspresi muka pasien terlihat tenang, rileks, dan tidak terlihat anggota tubuh pasien seperti tangan atau kaki yang melakukan gerakan yang menunjukan bahwa pasien menolak instruksi dari terapis, seperti pasien menggaruk anggota tubuh atau berusaha merubah posisi duduk. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pasien sangat rileks dan mengikuti instruksi terapis dalam melakuakn terapi SEFT.
Pengaruh SEFT terhadap tekanan darah diastole
Berdasarkan hasil penelitian, tekanan darah diastole mengalami perubahan yang cukup signifikan, hal ini dibuktikan dengan menurunnya rata-rata tekanan darah diastole sebelum dan sesudah terapi SEFT yaitu dari angka 93,6 mmHg berubah menjadi 92,5 mmHg. Tekanan darah diastole adalah tekanan darah arteri yang dihasilkan pada waktu ventrikel relaksasi (Corwin, 2009). Tekanan darah diastole biasanya dapat diketahui ketika pengukuran tekanan darah menggunakan spignomanometermanual dengan mendengarkan bunyi terakhir ketika pengukuran tekanan darah. Sama halnya dengan tekanan darah sistole, tekanan darah diastole juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, persyarafan, hormonal, atau faktor psikologis atau emosional (corwin, 2009 & Muttaqin, 2010).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh faktor psikologis atau emosional, hal ini dapat dilihat dari berbagai landasan emosi yang mempengaruhi penyakit fisik yaitu hipertensi dipengaruhi oleh permasalahan emosi masa lalu yang tidak terselesaikan (Zainudin, 2013). Faktor emosional pasien hipertensi dapat disebabkan dari berbagai hal, baik penolakan pasien terhadap keadaan penyakit hipertensi yang ada pada dirinya, atau masalah kehidupan pasien yang menyebabkan gangguan emosi pasien. Hipertensi dapat diatasi oleh berbagai cara, baik secara medis maupun non-medis. Secara non medis hipertensi dapat diatasi dengan memodifikasi gaya hidup dan salah satunya adalah dengan melaksanakan tekhnik-tekhnik mengurangi stress dan melaksanakan berbagai treatment relaksasi (Muttaqin, 2010). SEFT merupakan salah satu tekhnik relaksasi yang cukup efektif dalam mengendalikan stress pada seseorang, sehingga faktor penyebab hipertesi dapat dihambat, dan tekanan darah tinggi akan berangsur angsur berubah ke arah normal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata tekanan darah penderita hipertensi usia diatas 65 tahun sebelum dilakukan SEFT adalah 175/93.6 mmHg dan tekanan darah penderita hipertensi usia diatas 65 tahun setelah dilakukan SEFT adalah 171,7/92,5 mmHg. Sehingga dapat diketahui terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan SEFT pada penderita hipertensi usia diatas 65 tahun dengan nilai p=0.000.
DAFTAR PUSTAKA
Faridah, Nur Virgianti. (2012). Pengaruh Keperawatan Spriritual Emotional Freedom Technique (Seft) Islami Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Usia 45-65 tahun Di Rsud Dr. Soegiri Lamongan. Surya. Vol 02. No Xii. Agustus 2012.
Fatimah, Agnes. (2009). Pengaruh Logoterapi Terhadap Hipertensi Pada Pasien Lanjut Usia. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Gray, Huon.(2008). Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Hakam M, Yetty K, Hariyati T.S. (2009). Intervensi Spriritual Emotional Freedom Technique (Seft) Untuk Mengurangi Rasa Nyeri Pasien Kanker. Jakarta. Makara Kesehatan. Vol. 13. No. 2. Desember 2009: 95-99.
Kementrian Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.Jakarta: Balitbangkes Kemenkes.
Kowelski, R.E. (2010). Terapi Hipertensi: Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan Darah Tinggi Dan Mengurangi Resiko Serangan Jantung Dan Stroke Secara Alami. Bandung: Pt. Mizan Pustaka
Lismayanti, Sumartini. (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Manonjaya. Laporan Penelitian Yang Tidak Dipublikasikan.
Masyitah, Dewi. (2012). Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Tahun 2012. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Medikal Bedah. Depok. Jakarta.
Sakdullah. (2013). Pengaruh Treatment Terapi Spriritual Emotional Freedom Technique (Seft) .E-Print. Walisongo. Ac.Id. Diunduh Tanggal 14 April 2016
Santoso. (2010). Membonsai Hipertensi. Surabaya: Jaring Pena
Ulfah Elyusra. (2012). Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft) Untuk Mneurunkan Gangguan Stress Pasca Trauma. Laporan.Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Yuswikarini, Saraswati Eva. (2011). Terapi Spriritual Emotional Freedom Technique (Seft) Untuk Menurunkan Tingkat Stress Pada Lansia Penderita Hipertensi. Tesis Yang Tidak Dipublikasikan.
Zainudin, A.F. (2013). Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft) For Healing + Success, Happiness + Greatness. Jakarta: Afzan Publishing.
Zainudin, A.F. (2013). Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft) Total Solution: Healing + Success, Happiness + Greatness.Sefter. Handbook-2nd Edition. Jakarta: Afzan Publishing.
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.